Selasa, 28 September 2010

Definisi Sosiologi

1. DEFINISI SOSIOLOGI

A. Berdasarkan Etimologi (Kebahasaan/ Asal Kata)
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata socious, yang artinya ”kawan” atau ”teman” dan logos, yang artinya ”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang kawan. Dalam hal ini, kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti dalam pengertian sehari-hari, yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk hubungan di anatra dua orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama. Kawan dalam pengertian ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara individu maupun kelompok, yang meliputi seluruh macam hubungan, baik yang mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kepada bentuk kerjasama maupun yang menuju kepada permusuhan.
Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam masyarakat disebut hubungan sosial.

B. Definisi Menurut Para Ahli Sosiologi
Secara umum sosiologi dapat diberi batasan sebagai studi tentang kehidupan sosial manusia, kelompok dan masyarakat.
Berikut dikemukakan definisi sosiologi dari beberapa ahli sosiologi.
• Auguste Comte (Bapak Sosiologi) sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi manusia di dalam masyarakat (antar individu dan kelompok, dan antara kelompok dan kelompok).
• Van der Zanden memberikan batasan bahwa sosiologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antar-manusia.
• G.A. Lunberg sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku sosial orang-seorang dan kelompok.
• Roucek dan Warren mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antar-manusia dalam kelompok.
• Bierens De Haan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari pergaulan hidup manusia dalam masyarakat.
• Anthony Giddens sosiologi adalah studi tentang kehidupan sosial antar manusia, kelompok, dan masyarakat.
• Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari: (1) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya, (2) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial, misalnya pengaruh iklim terhadap watak manusia, pengaruh kesuburan tanah terhadap pola migrasi, dan sebagainya, dan (3) ciri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat
• Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam bukunya yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, seperti: kelompok-kelompok sosial, kelas-kelas sosial, kekuasaan dan wewenang, lembaga-lembaga sosial maupun nilai dan norma sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal-balik di antara unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat melalui interaksi antar-warga masyarakat dan kelompok-kelompok. Sedangkan perubahan sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur sosial dan proses-proses sosial.

2. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

A. Sejarah Kelahiran Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853. Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive Philoshopy yang terbit pada tahun 1938. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif. Pada tahap pertama manusia menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa, atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah mengenai masyarakat.
Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) sosiologi statik, dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

B. Perkembangan Sosiologi Setelah Comte
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat.
Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method. Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide disebabkan oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri egoistik (egoistic suicide). Derajat integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan oleh lemahnya ikatan agama ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh diri karena tidak tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain sisi ia merasa tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau masyarakat yang lain. Pada masyarakat yang dilanda kekacauan, anggota-anggota masyarakat yang merasa bingung karena tidak adanya norma-norma yang dapat dijadikan pedoman untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dapat saja melakukan bunuh diri jenis anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis bunuh diri ini, oleh Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi bukan karena faktor-faktor internal individu, melainkan dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu, yang disebut fakta sosial..
Banyak pihak kemudian mengakui bahwa Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”. Durkheim bukan saja mampu melambungkan perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi bahkan berhasil mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah (sains) yang terukur, dapat diuji, dan objektif.
Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berasal dari luar individu, tetapi memiliki kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat berupa kultur, agama, atau isntitusi sosial.
Perintis sosiologi yang lain adalah Max Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Weber lebih menekankan pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi aktor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti oleh pelakukunya. Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang makna subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh individu.

3. KONSEP-KONSEP DASAR SOSIOLOGI
Ada beberapa konsep yangdiuraikan dalam sosiologi yaitu masyarakat, individu, hubungan dan fakta sosial. Untuk itu, akan dijelaskan konsep-konsep tersebut satu persatu.
1. Masyarakat
• Menurut Peter L. Berger, defenisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Oleh karena itu, Berger mendefenisikan juga masyarakat sebagai “yang menunjukkan pada suatu sistem interaksi, atau tindakan yang terjadi paling kurang antara dua orang yang saling mempengaruhi perilakunya”.
• Menurut Prof. Selo Soemardjan, masyarakat adalah sekumpulan orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (sebagai pedoman hidupnya).
• Menurut Prof. Koentjaranigrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat continue dan terikat oleh rasa identitas bersama (yaitu kebudayaan). Jadi, sekumpulan orang yang terjadi hanya sebentar dan tidak terikat oleh adat, mereka belum bisa disebut masyarakat. Contoh: kerumunan penonton sepak bola.
Ciri-ciri sebuah masyarakat sebagai berikut.
a. Kesatuan sosial itu telah hidup bersama cukup lama
b. Terjadi interaksi aktif antarindividu dan kelompok
c. Dalam berinteraksi berpedoman pada sistem adat istiadat tertentu
d. Kehidupan bersama tersebut berlangsung terus-menerus
e. Mereka merasa terikat oleh sara identitas bersama (yaitu kebudayaan)
f. Setiap anggota merasa menjadi bagian dari kelompoknya
g. Mereka saling membutuhkan, saling bergantung, dan perlu kerjasama
h. Kehidupan bersama itu bersifat dinamis, mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan zaman
2. Individu
Individu menunjuk pada subjek yang melakukan sesuatu, memiliki pikiran, kehendak, memiliki kebebasan, memberi arti pada sesuatu, mampu menilai tindakan dan hasil tindakannya. Intinya, individu merupakan subjek yang bertindak (actor).
3. Hubungan Individu dan Masyarakat
Pengertian hubungan disini berarti bahwa kedua kenyataan, yaitu subjektif dan objektif saling menentukan, yang satu tidak ada tanpa yang lain.
4. Fakta Sosial
Fakta sosial bisa juga disebut fenomena sosial atau realitas sosial yang merupakan suatu kekuatan yang menekan individu dari luar (eksternal), memaksanya untuk berbuat sesuai dengan fakta sosial.

4. KARAKTERISTIK SOSIOLOGI
• Sebagai ilmu, sosiologi memiliki sifat hakikat atau karakteristik sosiologi:
1. Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun humaniora yang objek studinya adalah masyrakat.
2. Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science), artinya sosiologi bertujuan untuk mengembangkan ilmu secara teoritis.
3. Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis. Dalam hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori.
4. Bersifat empirik-kategorik/ nonetis, bukan disiplin ilmu yang normatif atau etik; artinya sosiologi berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analisis, bukan mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Dengan kata lain membatasi persoalan yang terjadi pada dewasa ini bukan yang seharusnya terjadi.
5. Sosiologi bersifat kumulatif, artinya teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori lama yang kemudian disempurnakan.
6. Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-manusia dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.

4. KEGUNAAN, TUJUAN SOSIOLOGI DAN PERAN SOSIOLOG

A. Kegunaan Sosiologi
1. Dapat dijadikan alat dan sarana untuk memahami masyarakat tertentu (petani, pedagang, buruh, pegawai, komunitas keagamaan, militer).
2. Sebagai alat untuk memahami struktur masyarakat, pola-pola interaksi, serta stratifikasi sosial.
3. Hasil studi sosiologi terhadap kondisi masyarakat dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan suatu kebijakan (dari pemerintah, perusahaan, badan dunia, dan sebagainya).
4. Hasil kajian sosiologi dapat dijadikan pertimbangan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
5. Data-data masyarakat dapat membantu kegiatan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi hasil-hasilnya.

B. Tujuan Sosiologi
Tujuan sosiologi adalah meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri dan sifat- sifat masyarakat serta meningkatkan daya adaptasi diri dengan lingkungan hidupnya, terutama lingkungan sosial budayanya.Caranya adalah dengan mengembangkan pengetahuan yang objektif mengenai gejala-gejala masyarakat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial.

C. Peran Sosiolog
Seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/ mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan yang kuat terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar